Di sebuah dapur di rumah sebuah keluarga, ada sebuah sendok kecil yang merasa diabaikan daan tak berguna. Dia sangat sedih. Sendok kecil diletakkan di dalam sebuah laci paling atas tempat cuci piring. Laci yang sangat jarang dibuka. Sudah lama dia merasa diabaikan dan tak berguna di rumah itu.
"Sedih. Aku sedih sekali. Aku merasa sangat diabaikan dan tak berguna. Aku sudah lama diletakkan di laci atas ini. Gelap dan sendirian."
Pada akhirnya, di suatu malam, sendok kecil itu telah mengambil sebuah keputusan yang berani.
Perlahan-lahan berusaha mendorong laci itu. Sangat berat. Tetapi ia berusaha mengerahkan semua tenaganya. Sampai akhirnya, dia berhasil juga.
"Aku akan melompat. Lebih baik aku pergi dari rumah ini. Aku sudah tidak diperlukan lagi di sini. Tidak punya teman dan kesepian."
Hup....! Sendok kecil itu melompat keluar laci. Dia jatuh di dekat bak cuci piring. Bunyinya mendenting ketika sendok kecil jatuh di sisi bak cuci dari bahan porselen.
"Hei... Siapa itu, malam-malam bikin berisik!" Terdengan seruan didekatnya.
Sendok kecil bangun dan berdiri. Rupanya pisau dapur kaget mendengar suara saat Sendok Kecil terjatuh tadi. Mata Pisau Dapur menatapnya tajam.
"Maaf, kalau aku telah mengganggu tidurmu hai Pisau yang tajam," kata Sendok Kecil bergetar takut.
Mendengar bentakan Pisau Dapur, semua barang-barang lain di dapur itu terbangun.
"Piring Besar yang baru saja membuka matanya bertanya, "kenapa kau melompat hai Sendok Kecil?" Suaranya besar dan sengau, tetapi tidak menakutkan seperti bentakan Pisau Dapur tadi.
Sendok Kecil mundur beberapa langkah, saat semua mata benda-benda di dapur itu menatapnya dengan ekspresi penuh tanda tanya.
"Iya, mengapa kau melompat dari laci malam-malam hai Sendok Kecil?" tanya Centong Sayur dengan lembut.
"A.... aku... mau pergi. Aku sudah lama diabaikan. Aku tak berguna di rumah ini. Aku tidak pernah digunakan, lagi. Tidak seperti kalian, sering dipakai untuk makan dan memasak di dapur ini." Jawab Sendok Kecil dengan sedih.
"Oh begitu." kata Centong Sayur dengan pandangan sedih kepadanya.
"Ha...haha....ha...." Mug Porselen tertawa dengan keras mendengar jawabannya. "Kamu pikir kami semua ini selalu dipakai setiap hari? Tidak Sendok Kecil."
"Tidak semua dari kami selalu dipakai hai Sendok Kecil." tambah Nampan Hijau yang bersandar di dinding. Dia berada agak ke sudut dan tampak sedikit berdebu.
"Aku tidak yakin," kata Sendok Kecil. Dia tidak percaya kata-kata Nampan Hijau itu.
"Baiklah, kalau kau tidak percaya. Sekarang aku akan bertanya kepada semua teman-teman di sini kapan mereka terakhir digunakan." kata Nampan Hijau lagi. "Parutan Kelapa, kapan terakhir kamu digunakan untuk memasak?"
Parutan Kelapa menjawab, "Aku sudah lupa, mungkin beberapa bulan yang lalu. Lebih dari 4 bulan yang lalu. Terakhir saya dipakai waktu Ibu membuat santan untuk kolak." Parutan Kelapa yang agak berkarat itu meneteskan air mata. "Sekarang Ibu lebih suka menggunakan santan instan dalam kemasan. Jadi Ibu tidak perlu lagi memarut kelapa untuk membuat santan.
"Bagaimana denganmu, Piring Besar?" tanya Nampan Hijau.
"Aku dipakai 6 bulan yang lalu, Saat itu Ibu menggunakanku untuk meletakkan buah-buahan yang baru dibelinya dari pasar." Jawab Piring Besar dengan sedih. "Kau lihatlah, ada banyak piring di dapur ini. Ibu bisa memilih dan menggunakan yang mana saja yang dia suka."
"Kalau kamu, kapan terakhir digunakan Ibu hai Loyang Bolu?" tanya Nampan Hijau.
"Aku digunakan untuk membuat bolu tapai setahun yang lalu," jawab Loyang Bolu dengan tersenyum.
"Tahukah kau hai Sendok Kecil, aku sendiri sudaah beberapa tahun tidak digunakan. Aku hanya seperti pajangan di dapur ini." kata Nampan Hijau.
Sendok Kecil sekarang paham. Tidak semua benda di dapur itu digunakan. Bahkan beberapa dari mereka ada yang telah bertahun-tahun tidak dipakai.
"Jangan bersedih hai Sendok Kecil. Semua benda di dapur ini bermanfaat. Memang tidak semua akan sering digunakan oleh Ibu. Tetapi bukan berarti kita diabaikan dan tidak berguna." kata Nampan Hijau menjelaskan.
Sendok Kecil mengangguk-angguk.
"Jika kamu kesepian di atas sana, bergabunglah bersama kami di sini. Mari bersandar di dekatku hai Sendok Kecil." Pisau Dapur menawarkan tempat di dekatnya.
"Baiklah, aku sekarang percaya dengan kalian. Aku tidak akan sedih lagi. Bersama kalian, aku tidak akan kesepian." kata Sendok Dapur dengan lega.
Sejak saat itu, Sendok Kecil berkumpul dengan benda-benda lainnya. Beberapa hari setelah kejadian itu, Sendok Kecil digunakan oleh Ibu. Dia digunakan untuk makan es krim yang lembut dan manis bersama sebuah mangkuk kecil. Hatinya sangat gembira. Semua teman-temannya yang lain ikut gembira.
Baca Juga:
Cerita Dunia: Dongeng Pangeran Kodok
Cerita Dunia: Dongeng Putri Duyung
No comments :
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar di http://novehasanah.blogspot.com
Komentar anda adalah apresiasi bagi kami, karena itu berkomentarlah dengan sopan.
Mohon untuk tidak meninggalkan link aktif pada kolom komentar.