Pages

Cerita Hikmah: Bapak, Anak, dan Keledai

Cerita Hikmah: Bapak, Anak, dan Keledai
Di mana rasa sayangmu terhadap anak itu?

Cerita Hikmah: Bapak, Anak, dan Keledai


Pasa suatu masa, di sebuah negeri dikisahkan, ada dua orang anak beranak yang ingin pergi ke suatu pasar untuk menjual seekor keledai. keadaan Bapak, Anak, dan keledai itu serba tanggung. Bapak itu berumur agak lanjut, tetapi masih cukup kuat untuk berjalan. Si Anak sendiri juga tanggung, ia adalah remaja yang belum dapat di sebut dewasa, tetapi juga tidak dapat lagi dikatakan anak-anak. Sementara si keledai, adalah keledai yang sehat kuat tetapi badannya beukuran agak kecil.

Pagi-pagi, berangkatlah mereka menuju pasar yang letaknya agak jauh dan harus ditempuh dalam perjalanan setengah hari. Bapak dan Anak, dengan membawa bekal makanan yang cukup untuk diperjalanan segera naik ke punggung keledai. Mereka menaiki keledai itu selama beberapa jam, hingga akhirnya tiba di sebuah kampung dengan kerumunan orang-orang. Demi melihat seekor keledai kecil dinaiki oleh Bapak dan Anak itu, berbisik-bisiklah orang-orang itu. Kemudian salah satu dari mereka berbicara.


“Hai, betapa malangnya nasib keledai kecil itu. Ia harus menanggung beban dua orang anak-beranak seperti kalian. Tidakkah kalian berpikir bahwa keledai itu bisa saja menjadi sangat menderita selama dalam perjalanan kalian?”

Setelah mendengar kata-kata orang kampung itu, akhirnya Si Bapak turun dari punggung keledai. Mereka kemudian meneruskan perjalanan menuju pasar dengan Si Bapak berjalan di samping keledai yang ditunggangi Si Anak. Mereka kembali berjalan menyusuri jalan-jalan yang sepi hingga kemudian mereka tiba lagi di sebuah kampung yang berbeda.

Di kampung ini, mereka juga berpapasan dengan sekumpulan orang-orang yang berbisik-bisik. Si Bapak dan anaknya sadar, bahwa orang-orang kampung itu sedang berbisik-bisik membicarakan mereka. Lalu karena penasaran, bertanyalah Si Anak tentang apa sebenarnya yang membuat mereka berbisik-bisik. Lalu salah seorang dari kerumunan itu menjawab.

“Hai Anak Muda, lihatlah Bapakmu yang berjalan di sisi keledai itu. Tidaklah pantas kamu duduk di atas punggung keledai dengan santainya, sementara Bapakmu berjalan kaki di sampingmu. Di mana otakmu sehingga engkau sedemikian tega terhadap Bapakmu? Apakah kamu ingin menjadi anak yang tidak mempunyai rasa hormat dan kasih sayang kepada orang tua?”

Si Anak berpikir, lalu ia menyadari bahwa Bapaknya mungkin lebih pantas untuk duduk di atas keledai. Dialah yang seharusnya berjalan kaki.  Si Anak kemudian turun dari punggung keledai, dan ia meminta Si Bapak untuk naik. Mereka kemudian melanjutkan perjalanan menuju pasar. Si Anak kini berjalan bersisian dengan keledai.

Beberapa saat kemudian, tibalah mereka di sebuah kampung yang lainnya. Di sini mereka juga bertemu dengan sekelompok orang. Orang-orang itu saling berbisik-bisik sambil memandangi kepada Bapak, Anak, dan keledai itu. Karena rasa penasaran akan apa yang dibisik-bisikkan oleh orang-orang itu, Si Bapak kemudian bertanya.

“Wahai Saudara-Saudaraku, apakah gerangan yang kalian bisik-bisikkan? Adakah sesuatu yang salah dengan kami?”

Salah seorang dari penduduk kampung itu berkata.

“Di mana rasa sayangmu terhadap anak itu? Anda bertubuh kuat, mengapa anak anda disuruh berjalan? Sungguh kamu ayah yang keterlaluan.” Katanya dengan lantang, sementara orang-orang lainnya mengiyakan.

“Duhai Saudara-Saudaraku, tahukah kalian bahwa kami telah melewati beberapa kampung sebelumnya. Dan, tidak ada satu carapun yang kami lakukan dianggap tepat. Kami berterima kasih atas perhatian kalian kedapa kami.”

Setelah memohon diri untuk melanjutkan perjalanan, Si Anak segera naik ke punggung keledai bersama Si Bapak. Keduanya menyusuri jalan menuju pasar yang masih separuh jalan. Ketika keledai kelelahan, mereka berhenti di sebuah pinggir danau dengan pemandangan yang indah. Mereka membuka bekal makanan yang telah disiapkan dari rumah, sementara keledai kecil itu merumput dengan senangnya dan minum dari air danau dengan puasnya.

HIKMAH CERITA:

Kadangkala, ada hal-hal yang bisa membuat terjadinya suatu perbedaan pendapat dalam memandang suatu permasalahan. Jika kita di posisi Si Bapak dan Anak dalam cerita ini, maka seharusnya kita memantapkan tekad untuk terus berpegang pada keyakinan kita. Bukankan lebih mudah jika keledai kecil itu ditunggangi secara bersama-sama, dan apabila keledai kelelahan maka mereka semua dapat berhenti untuk beristirahat? Selain itu, hikmah lainnya adalah kesabaran. Kadangkala dalam hidup ini, meskipun kita mempunyai tujuan yang baik dalam melakukan sesuatu, tetap saja ada orang yang menggunjing dan melihat hal-hal negatif lainnya yang mungkin tidak dapat dikesampingkan.

Nah, bagaimana ceritanya? Semoga bermanfaat dan menjadi hikmah yang dapat diambil sebagai tamsil bagi kita semua. Wassalam.

Baca juga:
Bangau, Tujuh Ikan Mas, dan Kepiting
Kecurangan dan Lubang Di Hati

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah berkomentar di http://novehasanah.blogspot.com
Komentar anda adalah apresiasi bagi kami, karena itu berkomentarlah dengan sopan.

Mohon untuk tidak meninggalkan link aktif pada kolom komentar.