Tips Memberikan PR untuk Siswa Di Sekolah |
Tips Memberikan PR untuk Siswa
Buat sebagian guru, memberikan PR (pekerjaan rumah) itu mungkin dianggap sangat penting. Sebagian lain lagi, menganggap PR itu tidaklah terlalu penting diberikan kepada siswa. Kedua pendapat ini bisa dianggap benar, tergantung alasan guru yang bersangkutan.
Sebagian guru yang menganggap PR itu penting untuk diberikan kepada siswa setelah proses pembelajaran di kelas beralasan bahwa PR akan membuat siswa belajar di rumah. PR akan membuat siswa yang malas belajar agar membuka kembali buku-bukunya di rumah sore hari sepulang sekolah atau malam hari sebelum besoknya PR itu dikumpulkan. PR adalah cara yang dapat diandalkan untuk membuat siswa belajar di rumah, mengulang kembali topik yang telah dibahas atau membaca untuk persiapan topik pada pertemuan berikutnya di kelas.
Tetapi, bagi guru yang menganggap PR itu tidak penting, alasan mereka adalah PR hanya akan membebani mereka (baca siswa) dengan tugas-tugas, di mana sebenarnya tugas belajar yang diberikan di sekolah harusnya sudah cukup untuk mereka. Selain itu, siswa seharusnya memiliki kemandirian dalam belajar. Sifat kemandirian dalam belajar itu harus dibangun. Belajar di rumah harus dilakukan siswa karena kebutuhan. Siswa membutuhkan belajar. Bukan karena alasan lain atau keterpaksaan. Itulah yang semestinya ditanamkan kepada siswa. Dengan siswa merasa bahwa mereka butuh belajar, bahkan belajarnya itu dilandasi rasa ingin tahu, suka, dan bukan dari paksaan, maka belajar yang dilakukan di rumah akan menjadi lebih bermakna.
Ada fenomena di sekolah kita, di mana beberapa guru terlalu berlebihan memberikan PR dalam hal kuantitas (banyak jumlahnya). Akibatnya, siswa menjadi kewalahan dan merasa sangat terbebani. Pengerjaan PR membutuhkan banyak waktu, sehingga waktu mereka yang seharusnya dapat digunakan juga untuk berkomunikasi dengan anggota keluarga lainnya, menikmati masa bermain atau berkumpul dengan teman sebayanya menjadi sangat berkurang.
Ada beberapa tips yang mungkin dapat dipertimbangkan saat bapak atau ibu guru ingin memberikan PR (pekerjaan rumah) kepada siswanya, dengan tujuan agar PR tersebut menjadi pemicu belajar yang efektif dan bukan menjadi beban buat siswa, yaitu:
Jumlah PR tidak terlalu banyak.
Guru perlu mempertimbangkan jumlah PR yang diberikan. Ia harus mempertimbangkan adakah PR dari mata pelajaran lain yang juga harus siswa kerjakan? Berapa jumlah total PR yang harus mereka selesaikan? Perlu berapa lama pengerjaannya? Guru juga harus mempertimbangkan kemampuannya sendiri dalam mengoreksi, memberi saran, mencontohkan yang benar, memberi kritik (intinya umpan balik/feedback) kepada siswa terkait PR yang diberikannya. PR tidak begitu saja dikumpulkan, bukan? PR harus dibahas kembali di kelas, jadi perhitungkan pula waktu yang diperlukan untuk membahas PR yang telah diberikan. Jangan sampai waktu belajar di kelas yang tersedia justru habis untuk membahas PR saja. Atau yang lebih parah: Jangan sampai PR tidak dikoreksi (diperiksa) secara lengkap dengan umpan balik yang harus menyertainya.Bentuk PR harus bervariasi
Sepertinya, banyak guru yang terpaku bahwa PR itu adalah mengerjakan soal-soal saja. Padahal ada beragam bentuk PR (pekerjaan rumah) yang dapat dilakukan. Misalnya, mewawancari narasumber, melakukan pengamatan lingkungan sekitar rumah, membuat sebuah karya, menonton film lalu membuat ringkasan ceritanya, membaca buku, dan sebagainya. Jikapun PR diberikan dalam bentuk soal, maka mestinya soal juga harus bervariasi dan bukan melulu dalam bentuk soal yang begitu-begitu saja.Berikan Sekali-Kali (Bukan Rutin)
Agar mata pelajaran anda tidak membosankan bagi siswa, karena bisa saja mereka bosan dengan PR yang diberikan, maka sewaktu-waktu anda dapat membebaskan mereka dari PR. Berikan PR dalam jeda secara acak, sehingga ada tidaknya PR menjadi suatu kejutan buat mereka. Ingatlah bahwa rutinitas itu sangat membosankan. Bukankah demikian?Tingkat Kesukaran PR
Pekerjaan rumah yang terlalu sulit untuk diselesaikan bukannya membuat siswa belajar di rumah, tetapi justru akan membuat orang tua kerepotan. Kebiasaan siswa, bila mereka tidak dapat mengerjakan PR maka mereka akan dengan entengnya meminta bantuan orang lain untuk mengerjakannya, bisa orang tua, bisa guru les, atau siapa saja, tapi bukan mereka. Dengan demikian tujuan diberikannya PR agar mereka belajar di rumah tentu tidak tercapai. Pekerjaan rumah yang terlalu mudah untuk dilakukan juga tidak baik, karena akan membuat tugas itu tidak berarti apa-apa (tidak berkontribusi apa-apa dalam belajar siswa). Jadi, buatlah PR yang cukup menantang (tidak mudah, tidak sulit).Berikan umpan balik (feedback) yang lengkap
Guru yang memberikan PR dalam kuantitas (jumlah) yang proporsional (tidak terlalu banyak) biasanya akan dapat melakukan tugas ini dengan baik, karena ia punya waktu untuk itu. Berbeda dengan guru yang suka memberikan PR terlalu banyak. Biasanya guru yang memberikan PR dalam jumlah banyak tidak akan dapat memberikan umpan balik yang lengkap dan memadai bagi siswa. Bayangkan, siswa saja keteteran mengerjakannya, apalagi gurunya? Apakah ia punya cukup waktu dan tenaga untuk melakukan koreksi, memberi saran, mengkritik (feedback) secara lengkap untuk seluruh siswanya?Itulah beberapa tips dalam memberikan PR kepada siswa di sekolah yang mungkin dapat anda pertimbangkan. Mudah-mudahan PR yang anda berikan kepada siswa nantinya dapat menjadi pemicu belajar mereka di rumah sehingga menjadi kebiasaan positif dan mengarahkan mereka kepada belajar mandiri (karena senang dan merasa perlu belajar), alih-alih bukan karena keterpaksaan. Jika anda mempunyai tips yang lain tentang bagaimana seharusnya memberikan PR kepada siswa di sekolah, dipersilakan untuk membaginya di kolom komentar. Wassalam.
Baca juga: Tips Mengajak Siswa Berpartisipasi dalam Diskusi kelas
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar di http://novehasanah.blogspot.com
Komentar anda adalah apresiasi bagi kami, karena itu berkomentarlah dengan sopan.
Mohon untuk tidak meninggalkan link aktif pada kolom komentar.