Jangan Beri Hukuman Fisik Pada Siswa Di Sekolah
Hukuman fisik adalah hukuman yang diberikan kepada siswa secara fisik seperti memukul, menjewer, berdiri dengan satu kaki di depan kelas, dan bentuk-bentuk lainnya. Tujuan diberikannya hukuman fisik ini oleh guru adalah agar siswa dapat menyesali perbuatannya yang buruk agar tidak mengulanginya lagi. Tetapi benarkah hukuman fisik efektif untuk mencegah siswa berperilaku buruk (melanggar peraturan)? Ini adalah sebuah pertanyaan besar yang harus dijawab oleh kita para pendidik di negeri tercinta ini.Hukuman fisik dalam pendidikan di Indonesia
Di Indonesia, hukuman fisik cukup umum ditemukan di banyak sekolah. Alasan mengapa beberapa guru suka memberi hukuman fisik pada siswa tentunya karena mereka menganggap hukuman fisiklah yang paling efektif untuk menhentikan atau mencegah siswa berperilaku buruk yang tidak sesuai dengan peraturan sekolah. Hukuman fisik dapat kita temukan mulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah.
Di Indonesia, tidak ada aturan yang secara khusus melarang guru memberikan hukuman fisik. Bahkan mendikbud Mohammad Nuh yang pernah ditanya wartawan di Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di Jakarta (Jumat, 7-9-2012) soal hukuman fisik mengatakan bahwa hukuman fisik sah-sah saja diberikan, hanya saja harus mendidik dan merupakan jalan terakhir yang diberikan untuk memberikan pemahaman pada siswa. (lihat artikel di http://edukasi.kompas.com/read/2012/09/08/07215735/Mendikbud.Hukuman.Fisik.untuk.Siswa.Sah.Saja.asal). Menurut Mohammad Nuh, hukuman fisik itu juga sebuah pelajaran selama tidak dalam bentuk yang berlebihan. Pernyataan mendikbud ini tentu saja menuai pro kontra di kalangan pendidik dan pemerhati pendidikan di Indonesia.
Beberapa negara yang memperbolehkan hukuman fisik
Bagaimana di dunia luar sana? Ternyata hukuman fisik di beberapa negara diperbolehkan (tidak dianggap melanggar hukum). Pemikiran awal mengapa hukuman fisik dapat dilakukan oleh sekolah (guru atau personil lain di sekolah) adalah bahwa guru berperan sebagai orang tua bagi siswa saat ia berada di sekolah. Orang tua telah mempercayakan pendidikan anaknya kepada sekolah, sehingga sekolah mempunyai hak untuk memberikan hukuman fisik bila siswa melanggar peraturan dan tata tertib sekolah atau mempunyai perilaku buruk lainnya.Baca Juga: Cara Mengatur dan Memanajemen Disiplin Kelas Siswa SD Kelas Tinggi
Akan tetapi, walaupun demikian, di luar sana, walaupun hukuman fisik tidak dianggap perbuatan melanggar hukum, pemberian hukuman fisik dilakukan dengan pengawasan yang ketat oleh pihak sekolah sehingga kemungkinan-kemungkinan buruk akibat pemberian hukuman fisik dapat dihindarkan. Bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya, pemberian hukuman fisik kepada siswa lebih sering berupa tindakan sebagai tanggapan otomatis terhadap perilaku buruk siswa. Akibatnya banyak guru yang dalam keseharian mereka suka menerapkan hukuman fisik cenderung asal dalam memberikannya. Lihat saja bagaimana berita-berita di media massa yang menyebutkan bagaimana guru-guru kita telah memberi hukuman fisik yang spontan dan berujung cedera pada anak didik. Tidak jarang pula, guru pada akhirnya harus berhadapan dengan meja pengadilan dan ujung-ujungnya meringkuk di dalam bilik jeruji besi.
Kebanyakan Melarang Penggunaan Hukuman Fisik
Kebanyakan negara-negara melarang hukuman fisik untuk anak di sekolah dan dianggap pelanggaran hukum. Negara yang pertama kali melarang praktik penggunaan hukuman fisik di sekolah adalah Polandia. Negara-negara yang menganggap pemberian hukuman fisik adalah sebuah pelanggaran hukum antara lain negara-negara Eropa, Kanada, Korea Selatan, New Zealand, dll. Argentina telah melarang segala bentuk hukuman fisik sejak tahun 1813, kemudian dilegalkan pada tahun 1817, lalu kembali dilarang pada tahun 1980an. RRC telah melarang hukuman fisik sejak tahun 1949, Itali (1928), Rusia (1917), Irlandia (1982), India (2000) dan Belanda (1920). Selain itu masih banyak lagi negara-negara lain yang telah menyatakan bahwa memberi hukuman fisik kepada siswa itu merupakan pelanggaran hukum.Apa akibatnya jika hukuman fisik diberikan pada siswa?
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian hukuman fisik pada akhirnya akan berdampak buruk pada siswa seperti: meningkatnya keagresifan siswa, perilaku merusak(fasilitas sekolah), vandalisme (corat-coret), prestasi belajar menjadi rendah, menurunnya kemampuan perhatian pada pembelajaran, meningkatnya angka putus sekolah, takut sekolah (fobia), menghindari sekolah, rendah diri, ragu-ragu, depresi, keluhan sakit, bunuh diri, hingga pembangkangan kepada guru. Beberapa peneliti seperti ahli psikologi Jerman Richard von Krafft-Ebing juga melihat munculnya tendensi sadisme dan masokisme yang menjadi berkembang pada anak-anak yang sering mendapat hukuman fisik.Jika hukuman fisik tidak baik, apa yang dapat dilakukan guru untuk memperbaiki kelakuan siswa?
Guru dapat melakukan pendekatan secara personal kepada siswa yang melakukan pelanggaran tata tertib sekolah. Pendekatan secara personal dapat dilakukan dengan berbicara dari hati ke hati tentang alasan mereka melakukan pelanggaran. Sanksi yang mendidik dapat diberikan sebagai konsekuensi pelanggaran yang mereka lakukan. misalnya saja, jika buang sampah sembarangan di lingkungan sekolah dianggap sebagai suatu pelanggaran tata tertib, maka sanksi berupa membersihkan bagian halaman atau ruangan yang dikotorinya adalah bentuk sanksi yang sesuai. Beberapa sanksi dapat dimuat dan disusun lalu dipertimbangkan untuk menjadi bagian dari tata tertib sekolah. Jadi ketika siswa melakukan pelanggaran, mereka telah tahu apa konsekuensi (sanksi) yang akan mereka terima. Baca juga: CARA MENGATASI MASALAH DISIPLIN SISWA
Tips Terkait Pelanggaran Tata Tertib oleh Siswa
Penting bagi siswa untuk menyadari bahwa segala tata tertib yang dibuat (bahkan dapat dengan melibatkan siswa-siswa saat membuatnya) adalah bertujuan untuk kebaikan semua orang di lingkungan sekolah. Selain itu, perlu bagi guru untuk bijak dalam memberikan sanksi (bukan hukuman fisik), apalagi jika hukuman fisik diberikan secara spontan tanpa mempertimbangkan kesesuaian dengan pelanggaran yang dilakukan oleh siswa. Guru juga harus menjaga emosinya saat memberikan sanksi sehingga ia tidak akan terlibat dengan pemberian hukuman fisik yang membahayakan keselamatan siswa (baik secara fisik maupun mental), yang tidak hanya merugikan siswa tapi juga merugikan guru yang bersangkutan karena harus berhadapan dengan hukum semisal kasus kekerasan fisik terhadap anak. Wibawa seorang guru tidaklah sama makna dengan guru yang ditakuti siswa karena mereka tidak berani melanggar peraturan oleh sebab bisa dihukum. Seyogyanya, mengikuti semua tata tertib dan aturan yang berlaku didasari oleh pemahaman siswa bahwa mereka memang penting untuk menaatinya karena berkaitan dengan kepentingan dirinya sendiri dan orang banyak. Guru yang berwibawa adalah guru yang disegani siswa karena memiliki pengetahuan yang lyas dan dalam, bertindak secara proporsional dan adil, ramah dan menyenangkan.Demikian tulisan tentang hukuman fisik di sekolah, semoga mempunyai manfaat bagi kita semua. Jika para pembaca mempunyai pemikiran-pemikiran lain atau yang belum terungkap dalam tulisan ini, silakan membaginya di kolom komentar di bawah. Wassalam.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar di http://novehasanah.blogspot.com
Komentar anda adalah apresiasi bagi kami, karena itu berkomentarlah dengan sopan.
Mohon untuk tidak meninggalkan link aktif pada kolom komentar.