Kecurangan Dan Lubang Di Hati
Di sebuah kerajaan, hiduplah dua orang putri. Putri pertama bernama Rara, sedangkan putri kedua bernama Dara. Mereka kakak beradik tetapi agak berbeda sifat. Rara yang usianya lebih tua setahun dari Dara lembut dan bijak. Sedangkan Dara mempunyai sifat sedikit ambisius walaupun pada dasarnya juga baik hati. Keduanya sama-sama cantik dan pandai sekali melukis.
Setiap tahun, Raja yang merupakan ayah mereka selalu mengadakan lomba melukis. Lomba itu selalu diikuti oleh banyak orang, baik kalangan bangsawan maupun rakyat jelata. Raja selalu menyediakan hadiah yang menarik untuk sang pemenang. Dalam tiga tahun terakhir, Rara selalu berhasil menjadi pemenang. Rara menjadi pemenag bukan karena ia putri Sang Raja, akan tetapi karena memang lukisannya paling indah di antara semua peserta.
Seperti tahun sebelumnya, kali ini Raja kembali mengadakan lomba melukis. Pengumuman disebarkan ke seluruh penjuru kerajaan. Raja mengajak semua orang untuk mengikuti lomba melukis tersebut. Hadiah yang diberikan sangat menarik: sebuah istana mungil yang dikelilingi kebun bunga yang luas dan amat indah.
Rara dan Dara sangat mengharapkan untuk menjadi pemenang. Mereka sangat ingin memiliki istana mungil berikut taman bunga indah itu. Semua pelukis-pelukis di pelosok kerajaan juga demikian. Mereka diberikan waktu 3 bulan untuk menyelesaikan lukisan mereka.
Rara dan Dara, walaupun bersaudara dan tinggal di dalam istana yang sama, melukis di kamar mereka masing-masing. Rara melukis sepasang burung merak, sedangkan Dara mencoba melukis seikat bunga mawar berwarna merah di dalam vas keramik putih.
Hari demi hari berlalu, Rara melukis dengan penuh perasaan dan kecintaannya akan seni lukis. Sepasang burung merak itu benar-benar seperti burung hidup dengan bulu-bulunya yang indah. Mata sepasang burung merak itu seperti memancarkan cahaya kehidupan. Bulu-bulunya tampak lembut dan mengilap indah seperti berminyak. Sementara Dara sering sekali menggerutu dan tampak kesal karena lukisan mawarnya sepertinya tak akan sebagus hasil karya kakaknya.
Semakin hari Dara jadi semakin sering marah-marah kepada pelayannya. Ia selalu minta bunga mawar yang menjadi objek lukisannya diganti. Dara beralasan mawar-mawar itu telah layu, walaupun baru beberapa saat saja dipetik dari kebun istana. Kdang-kadang ia beralasan, bunga mawar obyek likisannya tak bagus bentuk kelopak dan mahkotanya. Sebenarnya Dara takut sekali bila ia akan dikalahkan oleh Rara. Selama ini ia tak pernah bisa mengungguli kakaknya itu dalam perlombaan melukis.
Waktu tiga bulan hampir berakhir, ketakutan Dara akan kekalahannya dalam perlombaan melukis kali ini menjadi semakin besar. Ia sebenarnya telah menghasilkan lukisan mawar merah dalam vas keramik berwarna putih yang sangat indah. Tetapi, setiap kali ia memandang lukisan sepasang burung merak karya Rara, ia menjadi kalut. Ia menjadi tidak percaya diri. Ia mulai membayangkan Rara tampil sebagai juara perlombaan melukis tahun ini. Ia membayangkan Rara tersenyum kepadanya saat menerima kunci istana mungil yang indah itu dari Raja, padahal ia sangat mengidamkan istana itu untuknya sendiri.
Suatu malam, sehari menjelang penjurian Dara menyelinap masuk ke kamar Rara. Sama sekali tak ada orang di sana kecuali Rara yang sedang tertidur pulas. Dara mengendap-endap dan mendekati lukisan sepasang merak. Ia mendapati lukisan itu telah dibungkus dengan sebuah kertas jerami berwarna coklat. Rara ternyata telah menyelesaikan lukisannya dan telah membungkusnya dengan rapi untuk dibawa ke hadapan Raja dan dewan juri esok hari.
Perlahan-lahan, Dara menyobek sedikit kertas jerami di bagian atas bingkai lukisan untuk membuat beberapa lubang. Ia kemudian menumpahkan cat berwarna hitam pada lukisan sepasang merak di lubang-lubang yang telah dibuatnya. Dalam suasana remang-remang itu Dara tersenyum licik. Ia memandang Rara yang tertidur pulas. Besok istana mungil berikut tamannya yang luas dan indah itu akan jadi milikku, pikir Dara senang.
Keesokan harinya, semua peserta lomba melukis mulai memamerkan hasil karya mereka masing-masing. Ada puluhan lukisan yang dipajang di halaman istana. Raja dan para juri berkeliling puas melihat keindahan lukisan-lukisan itu. Dara bergegas pula memamerkan lukisan mawar merah dalam vas keramik putihnya. Semua orang yang hadir mengagumi karyanya. Sepertinya, semua lukisan lainnya kalah indah dibanding lukisan karya Dara. Dara tampak sangat gembira. Ia yakin akan memenangkan perlombaan melukis tahun ini. Dan, tentu hadiah istana mungil berikut taman indah nan luas itu akan jadi miliknya.
Sementara itu, Rara yang akan memajang lukisan sepasang meraknya membuka pembungkus kertas jerami. Betapa kagetnya ia mendapati sepasang meraknya tak lagi sebagaimana hasil karyanya semula. Beberapa noda cat berwarna hitam telah merusak keindahan lukisan itu. Rara menangis.
Dari sudut lain, Dara melihat kakaknya yang menangis. Ia mendekatinya. Mula-mula ia berpura-pura bersimpati. Dara mencoba membujuk Rara agar tak menangis.
Rara hanya menggumam, bahwa ia sangat sedih melihat lukisannya rusak. Ia tidak tahu kenapa lukisan sepasang merak itu menjadi bernoda cat hitam. Padahal, lukisan itu akan dipersembahkan untuk Dara. Dan begitupun juga hadiah istana mungil berikut taman luas yang indah itu hanya untuk Dara jika ia memenangi lomba itu. Rara sangat menginginkan istana itu, tetapi ia tahu Dara jauh lebih menginginkannya. Dara menjadi terkesiap dan menjadi sangat tidak nyaman setelah mengetahui niat tulus Rara.
Ketika lukisan seikat mawar merah dalam vas putih karya Dara diumumkan sebagai lukisan terindah tahun ini, Dara melongo. Ia tak tahu harus bagaimana. Saat tangannya ditarik Raja untuk naik ke atas panggung dan menerima kunci istana mungil itu sebagai simbol kemenangannya, ia tak merasa berpijak di atas kakinya. Saat Rara mengucapkan kata selamat yang tulus, justru penyesalan dan rasa malu tak terkira membakar Dara. Kecurangan yang dilandasi ambisi untuk menang telah menghancurkan Dara. Kaki Dara gemetar dan matanya berkaca-kaca. Dara memperoleh kemenangan melalui sebuah kecurangan dan kelicikan. Bukan bahagia dan senang yang dirasakan Dara, tetapi rasa sakit karena ada sebuah lubang kini sedang menganga merobek hatinya.
***
Nah, demikian cerita tentang kemenangan yang diperoleh dengan kecurangan. Semoga kita semua terhindar dari godaan demikian. Setiap hari kita mungkin bersaing dan berlomba dengan sahabat-sahabat dan orang-orang di sekitar kita dalam banyak hal. Selalulah bersikap spotif dan jujur. Tak ada kebahagiaan dan kesenangan hakiki yang kita dapat dengan berbuat curang. Saya yakin, semua orang pada dasarnya mempunyai sifat baik. Dan ketika kita melakukan kecurangan untuk memperoleh sesuatu yang bukan hak kita, maka kita hanya akan membuat lubang di hati. Kemenangan yang sejatinya menyakitkan. Bukan kemenangan yang dapat dibanggakan, tetapi kemenangan yang menyimpan aib. Semoga cerita ini ada manfaatnya. Wassalam.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar di http://novehasanah.blogspot.com
Komentar anda adalah apresiasi bagi kami, karena itu berkomentarlah dengan sopan.
Mohon untuk tidak meninggalkan link aktif pada kolom komentar.